Hakikat, Fungsi dan Tujuan Pendidikan PKN di SD/MI

Tugas Mata Kuliah Pembelajaran Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan
Hakikat, Fungsi dan Tujuan
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) di MI/SD
Disusun Oleh:
Nama: Syifaul Lathifah
NIM: 1410310073
Dosen Pengampu: Primi Rochimi, S.Sos,
MSI
A.
Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan di SD/MI
Untuk
mengetahui hakikat pendidikan kewarganegaraan, kita harus menelusuri
perkembangan mata pelajaran tersebut di dalam kurikulum pendidikan yang pernah
berlaku di Indonesia sejak Indonesia merdeka. Di dalam kurikulum 1946,
kurikulum 1957dan kurikulum 1961, tidak ditemukan adanya mata pelajaran
pendidikan kewarganegaraan. Pada kurikulum 1946 dan kurikulum 1957, materi yang
ada dikemas dan dimasukkan ke dalam mata pelajaran ilmu pengetahuan umum untuk
jenjang SD dan mata pelajaran Tata Negara di SMP dan SMA. Mata pelajaran Pendidikan
Kewargaan Negara (PKN) baru dikenal pada kurikulum 1968. Ruang lingkup
materinya mencakup Sejarah Indonesia, Geografi, dan Civics sebagai pengetahuan
Kewargaan Negara. Materi ini diperuntukkan pada jenjang Sekolah Dasar. Materi
yang ada pada jenjang SMP meliputi Sejarah Indonesia dan Tata Negara. Sedangkan
pada jenjang SMA, materi PKN lebih banyak berisikan materi UUD 1945. Pada
jenjang pendidikan SPG yang menggunakan kurikulum 1969, mata pelajaran PKN
mencakup Sejarah Indonesia, UUD, Kemasyarakatan, dan Hak Asasi Manusia (HAM).
Dalam
perkembangannya, di dalam kurikulum sekolah Proyek Perintis Sekolah Pembangunan
(PPSP) 1973, ada mata pelajaran Pendidikan Kewargaan Negara (PKN) dan ada
Pengetahuan Kewargaan Negara. Melalui kurikulum PPSP pada jenjang SD 8 tahun,
diperkenalkan mata pelajaran Pendidikan Kewargaan Negara/ Studi Sosial yang di
dalamnya berisikan tentang materi ilmu pengetahuan sosial (IPS). Sedangkan pada
jenjang Sekolah Menengah 4 tahun, diberikan mata pelajaran Studi Sosial Terpadu
dan mata pelajaran Pendidikan Kewargaan Negara (PKn), civics, dan hukum
khusus bagi yang mengambil jurusan sosial.
Selama ini
apabila dicermati ada dua wacana berbeda yang berkembang yang perlu mendapat
penjelasan. Ada istilah Kewargaan dan Kewarganegaraan. Soemantri (1967),
mengatakan bahwa istilah kewarganegaraan digunakan dalam perundangan mengenai
status formal warga negara dalam suatu negara seperti misalnya tentang
perolehan status dan kehilangan status warga negara Indonesia sebagaimana di
atur dalam Undang-Undang No. 12 tahun 2011. Sementara istilah Kewargaan Negara
merupakan terjemahan dari istilah Civics yaitu mata pelajaran ilmu
sosial yang bertujuan membina dan mengembangkan anak didik agar menjadi warga negara
yang baik (good citizen). Warga negara yang baik adalah warga negara
yang memiliki pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), dan
keterampilan (psychomotoric) dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara.
Secara historis
(sejarah), dalam kurikulum 1975 istilah Pendidikan Kewargaan Negara (PKn) telah
diubah menjadi Pendidikan Moral Pancasila (PMP). Mata pelajaran PMP berisikan
materi pokok pancasila sebagaimana dijabarkan dalam Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila (P-4) yang tertera pada ketetapan MPR No. II/MPR/1973.
Pada saat itu, mata pelajaran PMP adalah mata pelajaran yang wajib diberikan di
tingkat SD, SMP, SMA, dan Sekolah Kejuruan. Hal ini tetap dipertahankan dari
segi isi maupun materinya sampai berlakunya kurikulum 1984. Keluarnya
Undang-undang No. 2 tahun 1989 tentang Sisdiknas (Sistem Pendidikan Nasional)
yang menekankan adanya Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan
(PPKn) di semua jalur, jenis, dan jenjang pendidikan, berdampak pada perubahan
kurikulum. Maka keluarlah kurikulum 1994, yang di dalamnya membahas mata pelajaran
Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan (PPKn).
Berbeda dengan
kurikulum 1975 dan 1984, kurikulum 1994 subtansi materinya tidak berdasarkan
pada rumusan butir-butir nilai P-4, tetapi berdasarkan pada konsep nilai dari
P-4 dengan menggunakan pendekatan spiral meluas (spiral of concept
development). Pendekatan ini menggunakan nilai sila-sila pancasila untuk
setiap jenjang pendidikan dan kelas.
Sesuai dengan
garis-garis besar haluan negara (GBHN) berdasarkan TAP No. II / MPR / 1998,
yang menyatakan bahwa Pendidikan Pancasila menyangkut pendidikan Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P-4), pendidikan moral pancasila,
pendidikan sejarah perjuangan bangsa, serta unsur-unsur yang dapat
mengembangkan jiwa, semangat, dan nilai-nilai patriotisme khususnya nilai-nilai
1945 kepada generasi muda. Hal ini menunjukkan bahwa di dalam pendidikan
pancasila memuat pendidikan ideologi, pendidikan nilai dan moral, serta
pendidikan kejuangan.
Sejak
berlakunya Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
sebagai pengganti UU No. 2 tahun 1989 pasal 37 ayat 2, menetapkan kurikulum
pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi harus memuat
pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, dan bahasa. Dengan demikian, pendidikan
pancasila tidak lagi diberikan secara terpisah, namun berubah namanya menjadi
Pendidikan Kewarganegaraan yang di dalamnya berisikan pendidikan nilai dan
moral yang bersumber pada pancasila.
Adapun tujuan
diberikannya pendidikan kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta
didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Hal
ini sesuai dengan tujuan pendidikan sebagaimana yang terkandung di dalam
Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional yaitu mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak dan peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan dan mewujudkan berkembangnya potensi peserta didik, agar menjadi
warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Secara substantif,
pendidikan kewarganegaraan sebagaimana yang tertuang dalam Undang-undang
Sisdiknas dapat dipahami sebagai suatu mata pelajaran yang menyangkut wahana
pedagogis untuk mengembangkan rasa atau intuisi kebangsaan dan cinta tanah air /patriotisme
serta nilai demokratis[1].
Dari
perkembangan kurikulum sebagaimana yang telah dipaparkan diatas, kita dapat memperoleh
gambaran dan dapat disimpulkan bahwa pendidikan kewarganegaraan pada hakikatnya
merupakan pendidikan yang diberikan dalam rangka membentuk karakter warga
negara yang baik (good citizenship). Karakter warga negara yang baik
yang dimaksudkan dalam hal ini adalah karakter yang sesuai dengan nilai-nilai
pancasila baik sebagai dasar negara maupun sebagai pandangan hidup bangsa.
B.
Fungsi dan Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan di SD/MI
Secara eptimologis, pendidikan kewarganegaraan dikembangkan dalam
tradisi Citizenship Education yang tujuannya sesuai dengan tujuan
nasional negara. Namun, secara umum tujuan mengembangkan pendidikan kewarganegaraan
(PKn) adalah agar setiap warga negara menjadi warga negara yang baik (to be
good citizen) yakni warga yang memiliki kecerdasan (civic intelligence)
baik intelektual, emosional, sosial, maupun spiritual memiliki rasa bangga dan
tanggung jawab (civic responsibility) dan mampu berpartisipasi dalam
kehidupan bermasyarakat dan bernegara (civic participation) agar tumbuh
rasa kebangsaan dan cinta tanah air.
Fungsi pendidikan kewarganegaraan ialah program pendidikan yang
membentuk karakter warga negara Indonesia menjadi warga negara yang memiliki
nilai dan moral yang luhur, cerdas, terampil, dan setia kepada bangsa seperti
yang diamanatkan pancasila.[2]
Dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, sekolah merupakan
wahana bagi pengembangan dan pembentukan warga negara yang cerdas, demokratis,
dan bertanggung jawab. Oleh karenanya, Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) secara
kurikuler harus dapat berfungsi menjadi wahana psikologis-pedagogis utama dalam
mengembangkan dan membentuk warga negara yang diinginkan.
Dari uraian diatas, dapat
dipahami bahwa pendidikan kewarganegaraan diberikan sebagai pranata atau
tatanan secara sosio-pedagogis yang kondusif bagi tumbuh kembangnya kualitas
pribadi peserta didik. Oleh karena itu, sekolah sebagai bagian integral dari
masyarakat perlu diarahkan dan dikembangkan sebagai pusat pembudayaan dan
pemberdayaan peserta didik sepanjang hayat. Pembelajaran PKn yang dilakukan di
sekolah, juga harus mampu memberikan keteladanan, membangun kemauan, dan
mengembangkan kreativitas peserta didik. Untuk itu, proses pembelajaran yang
dilakukan hendaknya berlangsung secara demokratis. Selain itu, sekolah
hendaknya menjadi komunitas yang memiliki budaya yang berintikan pengakuan dan
penghormatan akan hak dan kewajiban, serta adanya keharmonisan dalam menjalani
hidup bermasyarakat yang tertib, adil, dan beradab. Dalam kaitan itulah, mata
pelajaran PKn harus berfungsi sebagai wahana yang ada di dalam kurikulum untuk
mengembangkan karakter warga negara Indonesia yang demokratis dan bertanggung
jawab.
Wahab dan Sapriya (2011:311), mengatakan bahwa sudah menjadi
pengetahuan umum di kalangan akademik mengenai tujuan pendidikan
kewarganegaraan (citizen education) di Indonesia adalah untuk membentuk
warga negara yang baik. Segala sesuatu yang dilakukan guru dalam proses
pembelajaran PKN, hendaknya mampu membentuk dan menghasilkan lulusan sebagai
warga negara yang baik. Winataputra dan Budimansyah (2007), berpendapat bahwa
warga negara yang baik adalah warga negara yang memiliki pengetahuan
kewarganegaraan (civic knowledge), memiliki keterampilan kewarganegaraan
(civic skill), dan memiliki watak kewarganegaraan (civic diposition).
Pendapat ini bila dikaitkan dengan Taksonomi Bloom, maka memiliki pengetahuan kewarganegaraan
terkait dengan aspek kognitif, memiliki watak kewarganegaraan terkait dengan
aspek afektif, dan memiliki keterampilan kewarganegaraan terkait dengan aspek
psikomotor.
Dari beberapa pendapat yang dikemukakan tersebut di atas, dapat
diambil kesimpulan bahwa pendidikan kewarganegaraan bertujuan untuk:
1. Menambah
pengetahuan atau wawasan peserta didik akan segala hal yang terkait dengan
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dengan benar melalui berbagai
cara atau metode (aspek kognitif)
2.
Membina
dan membentuk sikap warga negara yang mau dan meyakini akan pengetahuan yang
telah diperoleh. Dengan demikian, pengetahuan yang telah dipahami, diyakini,
dan di internalisasikan dalam diri atau jiwa peserta didik yang akan menjadi
sikapnya dalam menanggapi persoalan yang ada (aspek sikap).
3. Melatih
keterampilan kewarganegaraan kepada peserta didik untuk dapat menjadi warga
negara yang terampil berdemokrasi. Hal ini dilakukan dengan cara membiasakan
kepada peserta didik untuk bersikap / berperilaku sesuai dengan nilai dan norma
yang berlaku dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. (aspek psikomotor).[3]
Sesuai peraturan Permendiknas No.22 tahun 2006, dikemukakan bahwa
mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan
pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan
kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan
berkarakter sesuai dengan yang diamanatkan oleh pancasila dan UUD 1945.
Sedangkan tujuannya, digariskan secara tegas supaya peserta didik memiliki
kemampuan sebagai berikut:
a.
Berpikir
secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan
b. Berpartisipasi
secara aktif dan bertanggung jawab dan bertindak secara cerdas dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara serta anti korupsi.
c. Berkembang
secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan
karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan
bangsa-bangsa lainnya
d. Berinteraksi
dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak
langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi[4].
Mata pelajaran PKN dikembangkan agar mampu mengarahkan warga negara
yang dinamis dalam rangka menghadapi tantangan di era global. Warga negara yang
diharapkan melalui PKN adalah warga negara yang cerdas, warga negara yang
memiliki komitmen, warga negara yang mampu melibatkan diri atau partisipatif
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Di era gobal ini, PKN
seyogyanya diarahkan lebih fungsional dan dapat membantu peserta didik dalam memecahkan
persoalan / permasalahan, serta mampu mengambil keputusan sendiri di dalam
kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Untuk itu, PKN hendaknya
disesuaikan dengan tuntutan dan perkembangan masyarakat (dinamika masyarakat).[5]
Kesimpulan
Dalam kurikulum SD 1968, terdapat mata pelajaran Pendidikan
Kewargaan Negara (PKN) yang di dalamnya mencakup geografi, sejarah Indonesia,
dan civics. Dalam kurikulum SD 1975 dan 1984, mata pelajaran PKN berubah
menjadi pendidikan moral pancasila (PMP). Menurut kurikulum 1994, mata
pelajaran itu diberi nama Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn).
Konsep Kewargaan Negara yang semula secara khusus membahas masalah hak dan
kewajiban warga negara dan konsep kewarganegaraan yang semula secara khusus
membahas masalah status politik warga negara, telah berkembang menjadi konsep
kewarganegaraan dalam arti luas yang mencakup hak dan kewajiban maupun status
warga negara yang secara konseptual diadopsi dari konsep citizenship
yang secara umum diartikan sebagai hal yang terkait dengan status hukum dan
karakter warga negara. Untuk tingkat Sekolah Dasar, kurikulum PPKn SD 1994,
menjabarkan konsep, nilai, moral, dan norma pancasila serta UUD 1945, mulai
dari kelas I sampai dengan kelas VI.
Pendidikan kewarganegaraan diberikan sebagai pranata atau tatanan
secara sosio-pedagogis yang kondusif bagi tumbuh kembangnya kualitas pribadi
peserta didik. Oleh karena itu, sekolah sebagai bagian integral dari masyarakat
perlu diarahkan dan dikembangkan sebagai pusat pembudayaan dan pemberdayaan
peserta didik sepanjang hayat. Pembelajaran PKN yang dilakukan di sekolah, juga
harus mampu memberikan keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan
kreativitas peserta didik. Selain itu, sekolah hendaknya menjadi komunitas yang
memiliki budaya yang berintikan pengakuan dan penghormatan akan hak dan
kewajiban, serta adanya keharmonisan dalam menjalani hidup bermasyarakat yang
tertib, adil, dan beradab.
Fungsi pendidikan kewarganegaraan ialah program pendidikan yang
membentuk karakter warga negara Indonesia menjadi warga negara yang memiliki
nilai dan moral yang luhur, cerdas, terampil, dan setia kepada bangsa seperti
yang diamanatkan pancasila.
Taksonomi Bloom, menyatakan bahwa tujuan PKN itu menyangkut
pengetahuan kewarganegaraan terkait dengan aspek kognitif, memiliki watak
kewarganegaraan terkait dengan aspek afektif, dan memiliki keterampilan
kewarganegaraan terkait dengan aspek psikomotor.
Di era gobal ini, PKn seyogyanya diarahkan lebih fungsional dan
dapat membantu peserta didik dalam memecahkan persoalan / permasalahan, serta
mampu mengambil keputusan sendiri di dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara. Untuk itu, PKn hendaknya disesuaikan dengan tuntutan
dan perkembangan masyarakat (dinamika masyarakat).
Daftar Pustaka
Winataputra, Udin S. Modul Hakikat, Fungsi, dan
Tujuan Pembelajaran PKN di SD, Jakarta: Universitas Terbuka dikutip dari http://repository.ut.ac.id/4011/1/PDGK4201-M1.pdf
Suwanda, Made. 2016. Sumber Belajar Penunjang PLPG 2016 Mata Pelajaran/Paket
Keahlian Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PKN), Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan
dikutip dari http:// fkip.unri.ac.id/ wp/ content/ uploads/ 2016/ 09/ Materi-Bacaan-Bab-I-Hakikat-Fungsi-danTujuan-PPKn.pdf
http://repository.upi.edu/4620/5/S_PKN_0907312_Chapter2.pdf
[1]
Suwanda, Made. 2016. Sumber Belajar Penunjang PLPG 2016 Mata Pelajaran/Paket
Keahlian Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PKN), Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan
dikutip dari http:// fkip.unri.ac.id/ wp/ content/ uploads/ 2016/ 09/
Materi-Bacaan-Bab-I-Hakikat-Fungsi-danTujuan-PPKn.pdf
[3] Suwanda, Made.
2016. Sumber Belajar Penunjang PLPG 2016 Mata Pelajaran/Paket Keahlian
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PKN), Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan dikutip dari
http:// fkip.unri.ac.id/ wp/ content/ uploads/ 2016/ 09/
Materi-Bacaan-Bab-I-Hakikat-Fungsi-danTujuan-PPKn.pdf
[4]
Winataputra, Udin S. Modul Hakikat, Fungsi, dan
Tujuan Pembelajaran PKN di SD, Jakarta: Universitas Terbuka dikutip dari http://repository.ut.ac.id/4011/1/PDGK4201-M1.pdf
Komentar
Posting Komentar